“Saya beruntung, karena punya kesempatan untuk mendokumentasikan acara fieldtrip yang peserta kegiatannya adalah anak-anak downsyndrome.”
Kegiatan yang berlangsung sama sekali tidak ada bedanya dengan kegiatan – kegiatan pada umumnya. Walau segmentasi utama dari kegiatan tersebut adalah anak downsyndrome. Mereka tetap disuguhkan kegiatan fieldtrip pada umumnya seperti bermain games, jalan – jalan, dan lomba mewarnai.
Di balik itu semua, terlihat jelas semangat yang begitu besar dari para orang tua yang senantiasa mendampingi peserta. Kebanyakan dari mereka adalah seorang ibu. Dari kebanyakan hal yang para ibu lakukan, terlihat juga jelas terlihat bahwa mereka punya harapan yang sangat besar untuk para buah hatinya.
Dalam pengantar pada rilisan Pusat Kajian Disabilitas, Fakultas Ilmu – Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Penyandang disabilitas yang dalam percakapan sehari-hari disebut sebagai orang cacat, sering dianggap sebagai warga masyarakat yang tidak produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga hak-haknya pun diabaikan.
Andi Nur Fitri Balasong, salah satu anggota KOADS (Komunitas Orang Tua Anak dengan Down Sindrom), yang juga merupakan ketua panitia kegiatan tersebut mengatakan “Kita perlu memperkaya perspektif no one left behind dan kesetaraan. Pandangan tersebut berarti memberikan ruang yang bagi para disaabilitas untuk menjalankan kewajibannya serta mendapatkan hak nya”.
“Orang tua seharusnya berposisi sebagai orang yang menerima dan ikhlas. Dari penerimaan tersebut, berlanjut ke memberikan kepercayaan dan melatih tumbuh kembang anak. Dari sisi horizontal, orang tua berperan sebagai system inti yang mengkomunikasikan dan membangun support system terhadap keluarga besar, lingkungan serta masyarakat lainnya.” Tambahnya.
Semoga semangat dan upaya yang dilakukan oleh orang orang tersebut bisa menular ke masyarakat luas. Harapannya, kita semua bisa tetap saling menghargai dan melakukan perilaku yang honorable untuk mereka yang dianggap difabel.